Laman

Kamis, 29 September 2016

Sami'na wa Atho'na



“Sami’na wa Atho’na” ―kami mendengar dan kami taat. 

Semua orang mendengar kalau nggak tuli tentunya. Tapi, tak semua orang taat. Taat, pada asalnya akan kembali pada dri sendiri kebaikannya. Termasuk taat pada ulil amri. Dan bagi santri, taat pada Pak Kyai atau Ibu Nyai adalah sebuah jaminan keamanan dalam hidup. Diperintah ini, iya nurut. Diperintah itu, iya nurut lagi. Yang penting kan nggak melanggar syari’at agama Allah. Karena beliau-beliau ini lebih tau mana yang terbaik bagi anak-anak didiknya.

Namanya taat kan semampunya. Hehe. Pernah suatu ketika putra dari Pak Kyai bilang, “Mbak, kalau diperintah Bapak atau Ibu, jawab aja iya”. Iya, walaupun pada akhirnya berantakan atau tak sesuai harapan, yang penting nurut dulu. Dijawab iya, dan juga melakukan apa yang diperintah tadi. Nggak cuma diiyain tapi nggak dilakuin.

Mungkin, saat diperintah ada rasa kesel, sebel, gemes, atau bahkan lelah. Tapi, ingat suatu saat pasti ada manfaatnya.  Dari hal sederhana sampai hal yang lebih dari sederhana, selama tak melanggar aturan Allah nggak baik untuk ditolak.

Sebuah kisah dari hal paling sederhana. Pernah, saya mau ke pasar sama teman naik bus. Mau berangkat pagi-pagi karena belanjaan banyak. Tapi, saat izin sama Ibu Nyai malah nggak dibolehin, disuruh berangkat jam sembilan. Nah, jam segitu udah panas banget kan, belum lagi dari pesantren ke jalan raya jauh, harus jalan kaki. Pun, dari pemberhentian bus sampai ke pasar harus jalan kaki lagi yang lumaya jauh. Meski berat, dan kecewa. Saya dan teman tetap nurut. Tanpa disangka, baru jalan sebentar ada Abah Kyai yang mau ke pasar, bawa mobil. Kamipun diajak ikut Abah. Begitulah Allah, telah menyiapkan rencana lain karena nurut tadi. Pada akhirnya kami pun sampai pasar tanpa waktu lama dn jalan kaki panas-panas. J

Dan kisah lain, yang lebih dari biasa. Dari seorang Murid yang kebetulan meneruskan pendidiknnya di sekolah umum yang campur puta-putri. Nah, suatu hari murid ini diikuti Abah Kyai tempat ia nyantren dulu. Sampai ke rumah, tanpa sepengettahuan si murid. Untuk apa? Menyuruh murid ini pindah ke sekolah yang lebih tinggi derajatnya. Maksud sang Kyai, ke tempat yang khusus untuk putra saja. Murid ini pun langsung mengikuti titah sang Kyai, nyantri ke temppat yang jauh dari rumah. Meninggalkan prestasi di sekolah yang sudah dapat dilihat mata.
Karena nurut sama Pak Kyai, murid ini pun mendapat berkah. Kalau kata pepatah “Sambil menyelam minum air.” Dalam masa menuntut ilmu, sang murid tak ada niatan untuk mencari tulang rusuknya di sana. Tapi kehendak Allah lain, murid ini berjodoh dengan salah satu putri habib tempat ia menuntut ilmu. Dan sekarang, murid ini telah menjadi seorang pendakwah yang telah diundang ke berbagai daerah. Masih daerah Desa tentunya. Wong orang Desa kok. Hehe.

Inilah sebuah keindahan yang dapat dipetik dari seorang santri yang menurut pasa Pak Kyainya. Allah, punya hadiah indah bagi siapa saja yang mau taat kepada-Nya. Apapun yang terjadi tugas kita hanya taat. Mungkin akan lelah, tapi suatu saat pasti berubah menjadi barakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar