“Sami’na wa Atho’na” ―kami mendengar dan
kami taat.
Semua orang mendengar kalau nggak tuli
tentunya. Tapi, tak semua orang taat. Taat, pada asalnya akan kembali pada dri
sendiri kebaikannya. Termasuk taat pada ulil amri. Dan bagi santri, taat pada
Pak Kyai atau Ibu Nyai adalah sebuah jaminan keamanan dalam hidup. Diperintah
ini, iya nurut. Diperintah itu, iya nurut lagi. Yang penting kan nggak
melanggar syari’at agama Allah. Karena beliau-beliau ini lebih tau mana yang
terbaik bagi anak-anak didiknya.
Namanya taat kan semampunya. Hehe. Pernah suatu
ketika putra dari Pak Kyai bilang, “Mbak, kalau diperintah Bapak atau Ibu,
jawab aja iya”. Iya, walaupun pada akhirnya berantakan atau tak sesuai harapan,
yang penting nurut dulu. Dijawab iya, dan juga melakukan apa yang diperintah
tadi. Nggak cuma diiyain tapi nggak dilakuin.
Mungkin, saat diperintah ada rasa kesel, sebel,
gemes, atau bahkan lelah. Tapi, ingat suatu saat pasti ada manfaatnya. Dari hal sederhana sampai hal yang lebih dari
sederhana, selama tak melanggar aturan Allah nggak baik untuk ditolak.
Sebuah kisah dari hal paling sederhana. Pernah, saya mau ke pasar sama
teman naik bus. Mau berangkat pagi-pagi karena belanjaan banyak. Tapi, saat
izin sama Ibu Nyai malah nggak dibolehin, disuruh berangkat jam sembilan. Nah,
jam segitu udah panas banget kan, belum lagi dari pesantren ke jalan raya jauh,
harus jalan kaki. Pun, dari pemberhentian bus sampai ke pasar harus jalan kaki
lagi yang lumaya jauh. Meski berat, dan kecewa. Saya dan teman tetap nurut.
Tanpa disangka, baru jalan sebentar ada Abah Kyai yang mau ke pasar, bawa
mobil. Kamipun diajak ikut Abah. Begitulah Allah, telah menyiapkan rencana lain
karena nurut tadi. Pada akhirnya kami pun sampai pasar tanpa waktu lama dn
jalan kaki panas-panas. J
Dan kisah lain, yang lebih dari biasa. Dari seorang Murid yang kebetulan
meneruskan pendidiknnya di sekolah umum yang campur puta-putri. Nah, suatu hari
murid ini diikuti Abah Kyai tempat ia nyantren dulu. Sampai ke rumah, tanpa
sepengettahuan si murid. Untuk apa? Menyuruh murid ini pindah ke sekolah yang lebih
tinggi derajatnya. Maksud sang Kyai, ke tempat yang khusus untuk putra saja.
Murid ini pun langsung mengikuti titah sang Kyai, nyantri ke temppat yang jauh
dari rumah. Meninggalkan prestasi di sekolah yang sudah dapat dilihat mata.
Karena nurut sama Pak Kyai, murid ini pun mendapat berkah. Kalau kata
pepatah “Sambil menyelam minum air.” Dalam masa menuntut ilmu, sang murid tak
ada niatan untuk mencari tulang rusuknya di sana. Tapi kehendak Allah lain,
murid ini berjodoh dengan salah satu putri habib tempat ia menuntut ilmu. Dan
sekarang, murid ini telah menjadi seorang pendakwah yang telah diundang ke
berbagai daerah. Masih daerah Desa tentunya. Wong orang Desa kok. Hehe.
Inilah sebuah keindahan yang dapat dipetik dari
seorang santri yang menurut pasa Pak Kyainya. Allah, punya hadiah indah bagi
siapa saja yang mau taat kepada-Nya. Apapun yang terjadi tugas kita hanya taat.
Mungkin akan lelah, tapi suatu saat pasti berubah menjadi barakah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar