Laman

Jumat, 09 Oktober 2015

Fake Friend

“Semua temen munafik ya, mbak.” Kata seorang teman setelah selesai sholat subuh yang berhasil mengagetkanku

“Ya, nggak semua...” Jawabku asal.

“Tapi, lima puluh persen iya.” Balasnya.

Iya, pagi-pagi sekali sebelum otak diisi fikiran serius diberi kalimat sederhana yang memaksa untuk di analisis.

Kalau di pikir-pikir, emang benar. Banyak teman yang munafik. Suka main seenaknya di belakang. Terlalu
dekat dengan kita, tapi kalou di belakang ngomongin kita dengan orang lain.
Sadar atau tidak, kita pasti pernah sekali dua kali menjadi teman munafik. Pernah, mungkin waktu lagi marah-marahnya. Atau saking keterlaluannya teman tadi.

Tapi, kalau jadi teman munafik terus menerus itu sih sudah jadi penyakit, yang harus diberantas. Mesti dijauhin dulu biar kapok. Heuheu. Teman yang kaya gitu nggak usah diladenin serius-serius banget. Karena yang seperti itu hanya membuat hati nyesek... Padahal yang buat hati nyesek sudah banyak kan?

Sampai akhirnya, kita menyimpulkan; nggak usah terlalu dekat sama orang. Dan sebisa mungkin kalo mau cirhat di pilah-pilih dulu, apalagi untuk hal yang benar-benar pribadi.

Harus tau pula gimana cara menyikapi teman yang kaya gini. Untuk orang yang peka emang serba nggak enak. Pertama, kita nggak boleh terus-terusan marah, dan nggak boleh balas dendam. Dan yang pasti, kita harus memaafkan. Allah Yang Maha Pencipta saja Maha Pema'af. :)

Selanjutnya, tanyakan saja pada hatimu, gimana cara menyikapi teman yang kaya gini. Pasti, dia tau yang terbaik. Yang penting jangan langsung marah-marah. Soalnya, kalau lagi emosi biasanya omongan suka nggak ke-kontrol. Nanti bisa nambah masalah, kan tambah rumit...

Kalau saya, hal yang akan saya lakukan adalah diem. Diem-diem nyuekin. Diem-diem menghindar. Diem-diem nggak perduli. Hehe, aneh. Mau gimana lagi, kalau udah terlanjur nyesek, ketemu orang yang bikin nyesek rasanya akan tambah nyesek. (Lah, ini berbelit-belit)

Biar aja diem dulu, daripada marah nanti bisa nyakitin mereka juga nggak enak kan. Disini diem-diem nyuekin bukan berarti nggak memaafkan loh, ya. Dan kalau kita sudah menuangkan hitam di atas putih, alias nulis semua yang mengganjal, dan nangis sepuas-puasnya. Pasti nanti bisa tenang kan, seiring berjalannya waktu.

4 komentar:

  1. Ada tuh temenku yang gak mau terlalu deket sama orang atau gak mau sahabatan. Dia tau bakal gimana nanti katanya. Menurut aku sih salah, gak semuanya sahabat munafik kan? Kalo munafik ya bukan sahabat namanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau sahabat ada yang munafik mungkin salah pilih. Hehe. Sadar atau engga sebenernya kita pasti butuh yang namanya sahabat *selain teman biasa

      Hapus
  2. padahal "banyak teman' banyak rejeki"
    misal ganti2an bayarin jajan gitu
    wkwkwkkwwk


    keren nih postingannya (y)

    mampir + komen balik gan

    http://ekienglandmuse.blogspot.co.id/

    salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. OK.
      Thank gan, sudah mampir ke sini. :)

      Hapus