Laman

Jumat, 23 Juni 2017

Masih tentang Patah Hati

"Mbak, Kafa itu brengs*k ya." kata Umi. Aku hanya tersenyum, tak pernah terbesit difikiranku kalo Kafa itu jahat. Terasa sakit mendengarnya, meski emang sakit karenanya sih. Hmmm.
"Tak buatin status ya mbak, 'JAMBU; Janji-janjimu janji palsu', hehe." Lanjutnya dengan gaya khasnya yang lucu. Dan ya, kurasa ini tak butuh jawaban. Wallahu a'lam.

***

"Mbak, kalo seandainya Kafa ngajak balikan gimana? Kalo khitbah beneran gimana? Diterima apa enggak?" tanya Tika.

Ah, balikan! Rasanya seperti orang pacaran saja.

"Entahlah.." jawabku. "Kalo khitbah beneran? Mungkin aku serahin sama ortu, biar mereka yang menentukan. Hehe"

Kalo soal hatiku, yang jelas aku belum bisa berpaling dari dia secepat itu. Masih sayang jelas iya. Tapi kalo Allah ndak berkehendak, kita bisa apa? Kalo yang terbaik bukan dia? Hmm.

Lain waktu lain kesempatan, tiba-tiba bahas Kafa lagi. "Mbak, aku kaya ndak percaya kalo sampean ndak sama Kafa."

"Lha, kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Secara, dia itu udah kerja, hafidz, cukup umur lah, sekufu sama sampean, kurang apa coba?" Jawabnya.

"Mungkin dia nunggu sukses dulu, baru nikah neng.. orang berumah tangga juga butuh biaya banyak kan, dia nggak mau ngerepotin orangtuanya. Disuruh kuliah juga." Jawabku dengan berat.

"Kalo aku jadi sampean mungkin ndak akan kuat mbak, untung perjalanku masih panjang, ndak mau mikirin cowok dulu lah, fokus sama yang di depan mata."

Bahkan, aku tak sekuat yang kau kira, neng. Huh.

"Tiap Allah ngambil dari kita pasti diganti dengan yang lebih baik, kan? Pasrah aja sama Allah.."

"Iya ya mbak, betul.."

***

Perempuan memang tercipta dengan hati yang sensitif, dan terkadang lebih sering mengandalkan perasaan daripada logika. Terkadang akupun menangis karena hal yang sepele, tapi cepat hilang. Kalau patah hati ini? Entah aku yang merasa paling tersakiti atau Kafa juga.

Sebenarnya Kafa ndak sepenuhnya salah sih. Dari awal harusnya aku tau tiap jatuh cinta pasti berujung sakit, tapi masih tetap bertahan.

Ada masanya untuk belajar merasakan sakit hati karena kesalahan kita sendiri. Lalu, mengobatinya sendiri. Mengambil hikmah dari hal-hal yang sudah berlalu. Belajar mengikhlaskan, menerima. Menjadikan Allah sebagai satu-satunya penolong, penyembuh hati kita. Lalu memasrahkan jalan cinta kita pada Allah, bukan mengharap pada manusia.

Aku terinspirasi dari kalimat "Do'a bisa mengubah takdir", lalu secara gamblang meminta Kafa menjadi jodohku. Salah sekali! Bahkan, seharusnya kita tidak boleh mendikte Allah untuk menjodohkan dengan siapa. Kenapa bisa sangat egois sekali?

Dan ya, Allah itu menjamin rizqi hambaNya, termasuk jodoh. Kalau biasanya Allah memberi rizqi dari arah yang tak terduga, berarti Allah memberi jodoh juga sama; dari arah yang tak terduga. Bukan memaksa dengan siapa. Toh, kalo emang jodoh pasti di kembalikan dengan wujud yang lebih baik kan? Kalo ndak jodoh akan diganti dengan yang lebih baik kan? Intinya, sabar. Allah masih merahasiakan 'siapa' dan 'kapan' itu terjadi.

Bagi yang patah hati, mau mendapat motivasi dari manapun dari siapapun pasti nggak ngaruh. Sedih ya tetep sedih. Seolah-olah berkata 'aku hanya mau mendengar apa yang ingin aku dengar'. Rasanya akupun begitu, hingga membaca kalamulLahpun pikiran bisa kemana-mana. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah.. Mungkin karena belum mendapat hidayah dari Allah. Jadi, sering-sering aja do'a biar Allah ngasih petunjuk ke jalan yang benar. Hehe.

Penyembuh sakit hati adalah diri sendiri bukan orang lain, bukan move on ke orang lain. Harusnya move on memperbaiki diri ke arah yang lebih baik, agar mendapat jodoh yang baik. Bukankah jodoh itu cerminan diri kita? Tapi, jangan berubah hanya karena jodoh. Catat itu baik-baik!

Hidup itu ada saatnya bahagia ada saatnya sedih. Nikmati dulu sedihnya, nangisnya. Kalo capek, udah kan. Bahagianya masih OTW, hehe. Sabar dulu.. dengan sabar yang paling baik. Pait dulu, nanti akhirnya pasti manis.

OK, cukup sekian untuk menyemangati diri sendirinya. Selamat move on! Hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar